Hasil riset Forest Identity mendapati proses reboisasi hutan kini menjadi tren dunia. Tapi tidak di Indonesia dan Brasil.
Pada 1810, sebuah perubahan besar terjadi Denmark: penggundulan hutan berhenti. Sebagai gantinya, hutan baru bermunculan. Perpindahan penduduk dari desa ke kota dan menipisnya lahan yang subur untuk ditanami ditengarai menjadi salah satu penyebabnya. Tren itu lalu menyebar ke negara lain di Eropa dan Amerika Serikat.
Nah, Senin pekan lalu, kabar mengejutkan kembali datang. Kali ini dari Forest Identity. Menurut hasil riset lembaga itu, yang dimuat di jurnal milik National Academy of Sciences Amerika, hutan baru bermunculan di sejumlah negara. Kesimpulannya, kata jurnal itu, masa depan hutan belantara di dunia tidaklah buruk-buruk amat.
"Kami tak mengira trennya lebih baik daripada yang semula kami perkirakan," kata Profesor Pekka Kauppi, yang memimpin riset itu. "Kami melihat tak lama lagi era penggundulan hutan akan segera berakhir. Ini bukan sebuah ramalan, melainkan keniscayaan." Kauppi sampai pada kesimpulan itu setelah timnya menganalisis data milik Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Data FAO itu berisi tren masalah kehutanan di 229 negara pada 1990-2005. Informasi itu lalu mereka kompilasi dengan area dan populasi hutan di 50 negara yang paling banyak hutannya. Mereka juga memakai teknik analisis baru: mengukur volume kayu, biomassa, dan jumlah karbon.
"Kami jadi tahu gambaran utuh suatu ekosistem," tutur Kauppi. Riset itu juga menemukan kehadiran hutan-hutan baru di 22 negara, yang kian rimbun. Ekspansi wilayah hutan terbesar terjadi di Cina dan Amerika Serikat, disusul Spanyol, Vietnam, dan India, yang menggalakkan program reboisasi--penanaman hutan kembali.
India tercatat sebagai negeri padat penduduk yang kondisi hutannya stabil. Secara keseluruhan, riset itu menyebutkan, pada 2000-2005, wilayah hutan di Asia bertambah hingga 1 juta hektare. "Bumi sudah lama menderita akibat epidemi penebangan hutan," ujar Jesse Ausubel, peneliti dari Rockefeller University di New York.
"Kini manusia mulai membantu menyebarkan wabah reboisasi." Benarkah? Sebaiknya Anda jangan keburu senang dulu dengan hasil riset Forest Identity. Mark Aldrich dari WWF International's Forests for Life Program justru mendapati saban tahun ada sekitar 13 juta hektare hutan di dunia yang gundul.
"Jadi era pembalakan hutan belum akan segera berakhir," katanya. Ia beralasan tren penggundulan hutan justru kian merajalela di sejumlah negara. Parahnya, itu terjadi di negara yang selama ini dikenal memiliki hutan hujan tropis terbesar di dunia.
Ah, Anda pintar! Riset itu memang menyebutkan penggundulan hutan kian marak di Brasil dan Indonesia. Indonesia bahkan merupakan negara dengan tingkat penebangan hutan tertinggi di dunia. Bayangkan saja, hutan di negeri yang tanahnya subur ini berkurang enam persen setiap tahun. "Ini masalah serius!" ujar Kauppi.
Guru besar kehutanan di University of Helsinki, Finlandia, itu, seperti dikutip situs National Geographic, mempertanyakan keseriusan upaya pemerintah Brasil dan Indonesia dalam memerangi penebangan hutan secara liar. "Kalau Cina dan India saja bisa, mengapa Brasil dan Indonesia tidak?"
Boleh jadi reboisasi hutan belum akan menjadi tren di dunia. Setidaknya di Indonesia.
sumber : http://forum.kafegaul.com/showthread.php?t=155551
Alam memiliki kemampuan untuk mengembalikan kondisi air yang telah tercemar dengan proses pemurnian atau purifikasi alami dengan jalan pemurnian tanah, pasir, bebatuan dan mikro organisme yang ada di alam sekitar kita.
Jumlah pencemaran yang sangat masal dari pihak manusia membuat alam tidak mampu mengembalikan kondisi ke seperti semula. Alam menjadi kehilangan kemampuan untuk memurnikan pencemaran yang terjadi. Sampah dan zat seperti plastik, DDT, deterjen dan sebagainya yang tidak ramah lingkungan akan semakin memperparah kondisi pengrusakan alam yang kian hari kian bertambah parah.
Sebab Pencemaran Lingkungan di Air dan di Tanah :
1. Erosi dan curah hujan yang tinggi.
2. Sampah buangan manusia dari rumah-rumah atau pemukiman penduduk.
3. Zat kimia dari lokasi rumah penduduk, pertanian, industri, dan sebagainya.
Salah satu penyebab pencemaran di air yang paling terkenal adalah akibat penggunaan zat kimia pemberantas hama DDT. DDT digunakan oleh para petani untuk mengusir dan membunuh hama yang menyerang lahan pertanian.
DDT tidak hanya berdampak pada hama namun juga binatang-binatang lain yang ada di sekitarnya dah bahkan di tempat yang sangat jauh sekalipun akibat proses aliran rantai makanan dari satu hewan ke hewan lainnya yang mengakumulasi zat DDT. Dengan demikian seluruh hewan yang ada pada rantai makanan akan tercemar oleh DDT termasuk pada manusia.
DDT yang telah masuk ke dalam tubuh akan larut dalam lemak, sehingga tubuh kita akan menjadi pusat polutan yang semakin hari akan terakumulasi hingga mengakibatkan efek yang lebih menakutkan.
Akibat adanya biological magnification / pembesaran biologis pada organisme yang disebabkan oleh penggunaan DDT.
a. merusak jaringan tubuh makhluk hidup
b. menimbulkan otot kejang, otot lehah dan bisa juga kelumpuhan
c. menghambat proses pengapuran dinding telur pada hewan bertelur sehingga telurnya tidak dapat menetas.
d. lambat laun bisa menyebabkan penyakit kanker pada tubuh.
Dari :http://organisasi.org/penyebab_sebab_dan_akibat_pencemaran_lingkungan_pada_air_dan_tanah_kesehatan_lingkungan_ilmu_sains_biologi